PTPN II Diminta Komit Menjalankan GCG Menghadapi MEA
https://anakbangsapost.blogspot.com/2016/01/ptpn-ii-diminta-komit-menjalankan-gcg.html
Medan, (ABP)
Akurasi Luas HGU Klambir Lima Kebun Helvetia Dipertanyakan Efek globalisasi dunia terhadap roda perekonomian ditanah air, khususnya dalam menghadapi persaingan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN. Tampaknya belum disikapi para pelaku bisnis ditanah air khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN)plat merah, seperti Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II (PTPN 2) yang bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan. Kritik tersebut disampaikan fungsionaris Kelompok Tani Posko Perjuangan Rakyat (KT POSPERA ) Klambir, Manaek Lumbangaol dan Hendrik Panjaitan, Rabu,(27/1).
Dipaparkan Lumbangaol dan Panjaitan, dengan semakin terbukanya iklim kebebasan dalam berusaha dan berbisnis, mau tidak mau sebagai bagian dari masyarakat dunia dan masyarakat Republik Indonesia, manajemen PTPN 2 harus bersikap transparan termasuk dengan menginformasikan sebanyak mungkin informasi tentang keberadaan areal Hak Guna Usaha mereka kepada publik. Dan bukan seperti selama ini, dimana akurasi data HGU itu diragukan keabsahannya, karena dituding masih tersangkut dengan berbagai masalah hukum dengan masyarakat disekitarnya.
Dicontohkan Manaek Lumbangaol dan Hendrik Panjaitan, bentuk nyata belum diterapkannya dengan baik Good Corporate Governance (GCG) oleh Perusahaan yang bergerak dibidang pertanian dan perkebunan tersebut, termasuk dalam sosialisasi sertifikat areal HGU Kebun Helvetia, yang meliputi areal Helvetia Labuhan Deli, Helvetia Sunggal dan Klambir Lima kebun. Padahal dalam GCG, yang diwajibkan pemerintah karena tuntutan masyarakat global, harus diterapkan Transparency (Keterbukaan Informasi), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban), Independency (Kemandirian) dan Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran).
“Jika kita lihat dari prinsip-prinsip itu, prinsip mana yang telah ditunjukkan pihak PTPN 2, khususnya Administratur. Kebun Helvetia kepada masyarakat. Mereka cuma ngotot mengatakan itu HGU kami, tanpa pernah bisa mempertanggungjawabkan bagaimana akurasi luas HGU, bagaimana proses pengukuran ulang hingga terjadinya penerbitan HGU, hingga mereka bisa mempertanggungjawabkan areal yang mereka kelola tersebut kepada negara lewat pajak”, sungut Manaor dan Jhon Hendrik serentak.
Apalagi ditambahkan keduanya, meski selalu mendengung-dengungkan GCG. Tapi manajemen Kebun Helvetia PTPN 2, dalam praktek kegiatan kesehariannya tetap tidak berubah dari praktek-praktek KKN.
“Kita mendengar dari pernyataan klaim luas HGU, pihak Adm Kebun Helvetia ada mengatakan melakukan Kerjasama Operasional (KSO), dengan pihak-pihak ketiga atas lahan HGU. Tapi mana lahan yang mereka KSO khan tersebut, dan bila mereka mengumumkannya kepada publik. Ini sudah tidak betul dan jauh dari prinsip-prinsip GCG yang mereka dengungkan selalu”, kesal Manaor dan Hendrik lagi.
Karena menilai adanya unsur kerugian negara dalam praktek penyelenggaran kebun oleh Adm Helvetia, Manaor dan Hendrik menghimbau agar unsur kepolisian dan kejaksaan untuk tidak tinggal diam dan melakukan pengusutan.
“KT POSPERA Klambir siap memberikan data-data yang diperlukan tentang belum punahnya praktek KKN di Kebun Helvetia, dan harapan kita agar dilakukan pengusutan menyeluruh, dan bukan dijadikan sebagai bahan meraup kepentingan pribadi oleh oknum-oknum nakal dalam tubuh penegak hukum”, papar Manaek dan Hendrik.
Luas HGU Belum Akurat
Terpisah Pembina KT POSPERA Klambir, Ir. Felix Simbolon mengakui keresahan anggotanya dalam kelompok tani, yang merasa dizholimi di tanah airnya sendiri oleh manajemen Adm Kebun Helvetia.
“Ribuan anggota kita juga mampu kok menjalankan KSO dengan pihak Kebun Helvetia PTPN 2 bila diberi kesempatan. Jangan seperti selama ini, mereka selalu mengklaim lahan yang mereka tanami adalah areal produktif, tanpa bisa member penjelasan atas asal usul dan alas hak lahan-lahan HGU tersebut, dan siapa yang mengelolanya kini”, terang Ir. Felix Simbolon.
Karenanya Felix Simbolon berharap, agar manajemen Kebun Helvetia PTPN 2 menanggalkan baju arogansinya, dan dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat disekitarnya, termasuk ribuan anggota KT POSPERA Klambir.
“Manajemen Kebun Helvetia, jangan hanya menyalahkan bila masyarakat menggunakan haknya untuk ikut berperan serta aktif dalam sektor pertanian dan perkebunan, kemudian dituding mengganggu HGU Aktif PTPN 2, dan dijadikan sebagai alasan membenturkan warga dengan aparat hukum dan keamanan”, ujar Ir. Felix Simbolon.
Simbolon mengakui,dalam waktu dekat pihaknya akan menanyakan keseriusan PTPN 2 dalam menjalankan GCG terhadap luas areal HGUnya, kepada pemerintah pusat lewat Meneg BUMN di Jakarta.
Sebelumnya, saat mendaftarkan kembali luas areal HGU yang telah habis ijinya. Kebun Helvetia mengklaim menguasai lahan seluas 2.056,00 Ha di kawasan Klambir Lima Deliserdang, dari luas lahan yang dikuasai tadi didaftarkan 2.050,47 Ha untuk memperoleh perpanjangan HGU. Namun dalam praktek pengukuran lapangan lahan yang diukur seluas 2.164,17 Ha, dan dikabulkan oleh pemerintah pusat lewat Badan Pertanahan di Jakarta untuk perpanjangan HGU lahan seluas 95,07 Ha (HGU 53/2000). Selang beberapa tahun kemudian, Kebun Helvetia kembali mendaftarkan areal yang telah mempunya sertifikat di Klambir Lima tadi untuk memperoleh tambahan luas HGU, dan mengklaim menguasai lahan seluas 2.164,17. Kemudian mendaftarkan tanah yang telah memiliki sertifikat itu (95,07 Ha- SK 53), dan saat proses ukur ulang memproses pengukuran pada lahan seluas 1.753,20 Ha, dan akhirnya BPN Pusat kembali mengeluarkan SK HGU untuk kebun Klambir Lima seluas 193,94 Ha (HGU 42/2002). Dan belakangan BPN Deliserdang untuk Kebun PTPN 2 Helvetia, mengeluarkan HGU atas areal 2 kebun Helvetia di Helvetia dan Klambir Lima dengan luas keseluruhan 3.372,76 Ha, dan kerap melahirkan konflik ditengah masyarakat.(alfisah)
Posting Komentar