Puluhan Massa Geruduk KPK Minta Usut Kasus Walikota Medan
https://anakbangsapost.blogspot.com/2014/08/puluhan-massa-geruduk-kpk-minta-usut.html
Jakarta(ABP)
Puluhan massa dan aktivis mahasiswa kembali menggeruduk kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan HR Rasuna Sahid, Jakarta, Senin (11/8).
Massa mendesak komisioner memerintahkan penyidik-nya guna memeriksa dan bila perlu langsung menetapkan status tersangka serta menahan Walikota Medan, Dzulmi Eldin.
“KPK jangan seperti Kejaksaan menjadikan kasus-kasus korupsi dan terduga koruptor sebagai anjungan tunai mandiri.
Tangkap dan periksa serta tahan Walikota Medan. Pemko Medan jadi sarang koruptor karena Kejaksaan dan Kepolisian tak becus memberantas tindak pidana korupsi. KPK jangan ikut-ikutan!” teriak massa dikoordinir aktivis anti korupsi asal Sumut, Hasiholan Siregar dan M Iqbal dari mahasiswa Forum Kota (Forkot).
Ditimpali Iqbal, sebelumnya mantan Walikota Medan, Rahudman Harahap ‘aman’ menjalani pemeriksaan dalam kasus TPAPD Tapsel di Polda Sumut, karena adanya indikasi suap pada oknum petinggi Poldasu dimasa Kapoldasu dijabat Oegroseno.
“Rumor yang berkembang, bahkan Rahudman ketika itu tak dijadikan tersangka dalam kasus TPAPD Tapsel di Polda Sumut, karena diduga melakukan suap sebesar Rp 2 miliar. Terbukti Rahudman baru dijadikan tersangka ketika berkas kasus TPAPD Tapsel dilimpahkan ke Kejatisu.
Dan di Kejatisu juga terjadi dugaan tawar menawar status hukum serta tindaklanjut perkara Rahudman saat itu. Sampai-sampai berefek pada pencurian logam mulia dan uang miliaran rupiah di rumah dinas Kajatisu, Basuni, di Medan saat itu,” kata Iqbal.
Meski begitu, tambah Iqbal, Rahudman Harahap akhirnya kini menjalani masa hukuman selama lima tahun di Lapas Tanjung Gusta.
“Inilah bukti Pemko Medan sarang koruptor dan Kerjaksaan serta Kepolisian diduga menjadikan para koruptor di Sumut sebagai ATM.
Sekali lagi kami minta agar KPK jangan ikut-ikutan menjadikan kasus korupsi di Pemko Medan dan Pemprovsu sebagai ATM. Tangkap dan penjarakan Dzulmi Eldin. Kasusnya sudah menahun dilapor ke Kejaksaan, Kepolisian dan KPK,” pungkas Iqbal.
Massa diwakili lima aktivis akhirnya menemui Wakil Ketua KPK, Busyro Muqqodas.
Massa meminta Busyro jangan ‘terikut’ dugaan tak adanya kemauan pihak Kejaksaan dan Kepolisian memberantas korupsi di tanah air.
“Cukup sudah lemahnya pemberantasan korupsi di Kejaksaan dan Kepolisian, serta tak adanya terlihat sikap tegas pemerintahan SBY membumihanguskan korupsi di tanah air. Kami masih punya harapan sedikit pada KPK di akhir pemerintahan SBY sekarang.
Kedepannya tentunya harapan pemberantsan korupsi hanya ada pada ketegasan pemerintahan presiden terpilih Joko Widodo,” ucap Syafri, aktivis Forkot lainnya, diamini Hasiholan dan M Iqbal.
“Tidak ada kasus korupsi yang jadi ATM di KPK.
Segera kita tindaklanjuti,” kata Busyro, pada massa yang akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Sebagaimana diberitakan banyak media, dugaan korupsi Walikota Dzulmi Eldin sewaktu menjabat Kepala Dinas Pendapatan (Kadispenda) Kota Medan telah berapa kali dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan korupsi yang berpotensi merugikan negara mencapai Rp14miliar itu dilaporkan Ketua Umum Forum Jurnalis Anti Korupsi Sumut (FJ-AKS) Hasiholan Siregar dan para aktivis lainnya.
“Kasus dugaan pengadaan atau rehab sistem komputerisasi ini sudah menahun ditangani lembaga penegak hukum di Sumut. Tapi sampai sekarang tak ada kejelasan tindaklanjut,” ujar Hasiholan kepada wartawan.
Sebelumnya diketahui juga Penyidik Subdit III/Tipikor
Ditreskrimsus Polda Sumut sudah memeriksa dua pegawai Dispenda Medan, terkait dugaan korupsi APBD TA 2006-2007 termasuk dugaan korupsi sistem komputerisasi total senilai Rp30 milar.
“Saya sedang memeriksa dua pegawai Dispenda Medan terkait dugaan korupsi di instansi tersebut.
Saat ini, kami masih melakukan penyelidikan,” kata Kanit I-Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut Kompol Frans kepada wartawan saat menerima pengunjukrasa elemen anti korupsi Sumut beberapa waktu lalu.
Namun, Kompol Frans tidak bersedia menyebut identitas kedua pegawai Dispenda Medan itu dengan alasan mereka masih sebagai saksi.
“Yang pasti kita sudah menindaklanjuti pengaduan masyarakat tentang dugaan korupsi di Dispenda Medan TA 2006-2007. Berikan kepercayaan kepada polisi untuk mengungkap kasus itu,” katanya.
Dia mengatakan, karena masih awal penyelidikan, sehingga belum diketahui siapa nantinya tersangka. Demikian juga belum diketahui jumlah kerugian negara karena pihaknya belum minta bantuan BPKP untuk melakukan audit penghitungan kerugian negara.
Untuk diketahui, laporan dugaan korupsi di Dispenda Medan TA 2006-2007 yang diduga melibatkan Eldin, disampaikan salah satu LSM di Medan ke Polda Sumut dengan bukti laporan No: 224/LP/SAKTI/IX/2013, Hal: Dugaan Penyalahgunaan Anggaran di Pemerintah Kota Medan.
Dalam laporan itu disebutkan, pada penggunaan anggaran di Dispenda Medan diduga telah terjadi tindak pidana korupsi terutama dalam permasalahan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Tahun Anggaran 2006 senilai Rp2,1 miliar, upah pungut pajak Rp2,8 miliar dan dugaan korupsi komputerisasi mencapai Rp14 miliar.
Dispenda Medan juga diduga telah melakukan pengeluaran belanja fiktif di antaranya, belanja pemeliharaan rutin/berkala Komputer Online Payment System Rp2.347.353.000. Belum lagi belanja satu unit komputer yang mencapai Rp15 juta dan satu unit laptop mencapai Rp19 juta.
Selanjutnya, kasus pesangon/insentif dan upah pungut yang untuk dibagi kepada kecamatan dan beberapa pihak yang mencapai Rp29.816.462.335 dari jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak Rp154.392.013.640.
Untuk upah pungut Dispenda Medan mengeluarkan biaya yang cukup fantastis hampir 20 persen dan lebih besar dari gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah senilai Rp5.517.063.672 dan non PNS senilai Rp373.200.000.(msc)
Posting Komentar