Bahas Penataan PKL, DPRD Semarang Kunjungi Banda Aceh
https://anakbangsapost.blogspot.com/2015/07/bahas-penataan-pkl-dprd-semarang.html
Banda Aceh(ABP)
Sejumlah anggota Komisi B DPRD Kota Semarang yang dipimpin oleh ketua komisi, Mualem, berkunjung ke Balai Kota Banda Aceh, Selasa (30/6/2015), untuk membahas/sharing soal penataan, pemberdayaan dan pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Kedatangan rombongan berjumlah 15 orang tersebut disambut oleh Wakil Wali Kota Banda Aceh Drs H Zainal Arifin bersama sejumlah Asisten, Staf Ahli dan Kabag serta Kepala SKPD terkait di Ruang Rapat Wali Kota Banda Aceh.
Dalam sambutannya, Zainal Arifin menyatakan penataan PKL di Ibukota Jawa Tengah tersebut mungkin sudah lebih baik dari Banda Aceh. “Namun pasti ada hal-hal yang masih bisa kita diskusikan bersama, dan semoga ke depan kerja sama antar kedua daerah bisa lebih meningkat.”
Selanjutnya, Ir Gusmeri MT selaku Asisten Keistimewaan, Ekonomi dan Pembangunan Setdako Banda Aceh memaparkan sekilas mengenai profil Kota Banda Aceh. “Pemko Banda Aceh sangat berkomitmen untuk menyukseskan program pemerintah pusat pada 2019 nanti yakni 100.0.100. Akses air minum 100 persen, rumah kumuh 0 persen dan persoalan sanitasi selesai 100 persen.”
Terkait penataan PKL di 13 pasar tradisional di Banda Aceh, jelas dia, selain berpedoman pada Permendagri nomor 41 tahun 2012, pengaturan dan pembinaan PKL juga telah diatur dalam Qanun nomor 3 tahun 2007. “Walau belum punya masterplan-nya, tapi kami sudah merujuk pada RTRW.”
Kadisperindagkop Banda Aceh, Rizal Junaedi SE, menambahkan, pasca tsunami pengusaha-pengusaha mini market maupun franchise semakin banyak di Banda Aceh. “Sekarang ada 87 unit mini market di Banda Aceh, dan itu sudah over jika dibandingkan dengan jumlah penduduk,” katanya.
Tahun ini, pihaknya juga tengah mempersiapkan Qanun yang akan mengatur soal pembatasan toko-toko modern. “Sementara pada 2014 lalu kita sudah memberlakukan moratorium pendirian mini market di Banda Aceh,” katanya lagi.
Soal tarif restribusi dan besaran sewa lahan untuk PKL, kata dia, berbeda-beda yang ditentukan melalui Perwal. “Pungut bagi PKL, per lapaknya Rp 3.000 dan kepada mereka kita berikan ID Card khusus. Sementara di bangunan kita kelola sendiri seperti Pasar Aceh, tarifnya kita kenakan per meter,” katanya.
Terkait masih adanya operasi penertiban PKL di Banda Aceh, Rizal menyebutkan hal itu disebabkan karena para PKL berjualan di tempat terlarang seperti di seputaran Masjid Raya dan taman kota. “Budaya pembeli kita yang ingin selalu serba cepat juga mendorong para pedagang untuk keluar dari lapaknya di pasar,” pungkasnya.
Sementara itu, Mualem salaku Ketua Komisi B DPRD Semarang mengungkapkan saat ini di kota berpenduduk 2 juta jiwa itu ada sekitar 12 ribu PKL. “Kendala utama kami adalah tidak sebandingnya antara jumlah lapak yang tersedia dan jumlah pedagang. Penarikan restribusi juga kerap tidak mencapai target karena kekurangan personel.”
Di kota metropolitan Semarang kini, sambungnya, semakin sulit ditemui warung-warung tradisional karena pesatnya perkembangan hypermart dan mini market. “Presiden Jokowi juga telah menggagas Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) yang diharapkan mampu berdaya saing dengan toko-toko modern,” sebutnya. (Jun)
Posting Komentar